Kamis, 08 Desember 2011

BAB I PERBEDAAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PATOLOGIS ANTARA YANG MENGGUNAKAN DENGAN YANG TIDAK MENGGUNAKAN SABUN ANTISEPTIK DAUN SIRIH PADA WUS DI DESA POJOK WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKORAME KEDIRI TAHUN 2011.


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Pada era globalisasi dan modernisasi ini telah terjadi perubahan dan kemajuan disegala aspek dalam menghadapi perkembangan lingkungan, kesehatan dan kebersihan, dimana masyarakat khususnya wanita, dituntut untuk selalu menjaga kebersihan fisik dan organ tubuhnya. Salah satu organ tubuh yang paling penting dan sensitif serta memerlukan perawatan khusus adalah organ reproduksi (Maharani, 2009).
Keputihan (Leukorea, White Discharge, Fluor Albus) adalah suatu gejala penyakit yang ditandai oleh keluarnya cairan dari organ reproduksi dan bukan berupa darah. Keputihan (Fluor Albus) merupakan salah satu alasan pada wanita yang paling sering untuk memeriksakan diri ke dokter, khususnya dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan (Maharani, 2009). Keputihan (Fluor Albus) dibagi menjadi dua jenis, yaitu keputihan fisiologis dan patologis (Boyke, 2010).
Keputihan (Fluor Albus) fisiologis maupun patologis harus segera diobati karena masing-masing membawa pengaruh bagi kesehatan. Keputihan (Fluor Albus) fisiologis menyebabkan kurang bersihnya alat kelamin, dan sebagai mekanisme untuk menolak adanya bakteri di dalam organ reproduksi (Boyke, 2010). Beberapa penyakit infeksi pada organ reproduksi wanita adalah Trichomoniasis, Vaginosis bacterial, Candidiasis, Vulvovaginitis, Gonorrhoea, Clamydia, Sifilis (Varney, 2006).
Banyak wanita Indonesia yang tidak tahu tentang keputihan (Fluor Albus), sehingga mereka menganggap sebagai hal yang umum dan kurang penting. Padahal keputihan (Fluor Albus) yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan kemandulan dan hamil di luar kandungan, keputihan juga merupakan gejala awal dari kanker leher rahim yang dapat berakhir dengan kematian (Sugi, 2009).
Pada studi kasus fisiologi reproduksi, banyak wanita yang mengeluhkan keputihan (Fluor Albus) dan dirasakan tidak nyaman, gatal dan berbau, bahkan terkadang perih. Setelah banyak penelitian yang berkembang berkaitan dengan organ reproduksi wanita, ternyata berkaitan dengan kebiasaan sehari-hari (Maharani, 2009).
Meskipun keputihan (Fluor Albus) termasuk penyakit yang sederhana, kenyataannya keputihan (Fluor Albus) tidak mudah disembuhkan. Keputihan (Fluor Albus) menyerang sekitar 50% populasi wanita dan hampir  mengenai semua umur (Maharani, 2009). Menurut Maharani, (2009), lebih dari 75% wanita di Indonesia mengalami keputihan (Fluor Albus), paling tidak satu kali dalam hidupnya. Hal ini berkaitan dengan cuaca yang lembab, yang mempermudah berkembangnya infeksi jamur dan bakteri patogen.
Data kejadian Fluor Albus di wilayah kerja Puskesmas Sukorame Kediri tahun 2008, dari 11 orang yang mengalami fluor albus, sebanyak 9 orang (81%) wanita usia subur mengalami  fluor albus patologis. Pada tahun 2009, dari 56 orang yang mengalami fluor albus, sebanyak 51 orang (91%) wanita usia subur mengalami fluor albus patologis. Pada tahun 2010, dari 37 orang yang mengalami fluor albus, sebanyak 23 orang, (62,2%) wanita usia subur mengalami fluor albus patologis (Data KIA Puskesmas Sukorame, 2008 – 2010).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan April 2011, kepada 10 wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Sukorame Kediri Tahun 2011, dengan cara wawancara, diperoleh hasil bahwa dari 10 wanita usia subur, yang menggunakan sabun antiseptik daun sirih sebanyak 4 orang (40%), 2 orang (50%) mengalami Fluor Albus Patologis dan 2 orang (50%), mengalami Fluor Albus Fisiologis ; yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih sebanyak 6 orang (60%), 5 orang (85,7%) mengalami Fluor Albus Fisiologis dan 1 orang (14,3%) tidak mengalami Fluor Albus.
Berdasarkan data di atas, menunjukkan bahwa masih tingginya kejadian Fluor Albus di Indonesia pada tahun 2009. Selain itu, kejadian Fluor Albus Patologis juga masih tinggi, sebesar 81% dari target 100% pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Sukorame pada tahun 2008, 91% dari target 100% pada tahun 2009 dan 62,2% dari target 100% pada tahun 2010, serta berdasarkan studi pendahuluan pada bulan April tahun 2011.
Keputihan (Fluor Albus) disebabkan oleh faktor endogen dari dalam tubuh dan faktor eksogen dari luar tubuh, keduanya saling mempengaruhi. Faktor endogen yaitu kelainan pada lubang kemaluan. Faktor eksogen dibedakan menjadi dua, yaitu infeksi dan non enfeksi. Faktor infeksi yaitu bakteri, jamur, parasit, virus, sedangkan faktor non infeksi adalah masuknya benda asing ke dalam vagina, baik sengaja atau tidak (pemakaian kontrasepsi IUD), cebok tidak bersih, daerah sekitar kemaluan lembab, kondisi tubuh, kelainan endokrin (pada penderita Diabetes mellitus) atau hormon, menopouse, stres, kelelahan kronis, peradangan alat kelamin, adanya penyakit dalam organ reproduksi seperti kanker leher rahim (Maharani, 2009). Selain itu, menggunakan WC umum yang tercemar bakteri Clamydia, hubungan seks dengan pria yang membawa bakteri Neisseria gonorrhoea (Katharini, 2009). Selain faktor yang tersebut di atas, faktor lainnya yang mempengaruhi keputihan (Fluor Albus) adalah usia, perilaku (Ramayanti, 2004).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Sukorame Kediri Tahun 2011, penyebab Fluor Albus yaitu setelah buang air kecil atau buang air besar tidak dikeringkan dengan tisu, sehingga daerah organ intim menjadi lembab; pakaian celana dalam yang lembab, tidak segera diganti; menggunakan celana jeans, banyak yang tidak menggunakan sabun antiseptik daun sirih untuk membersihkan organ intim. Antiseptik daun sirih, mampu menjaga keseimbangan pH di vagina, sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan menghambat pertumbuhan jamur, bakteri, parasit yang tidak bersahabat.
Keputihan (Fluor Albus) dapat mengakibatkan kemandulan (infertile) dan hamil di luar kandungan, dikarenakan terjadi penyumbatan pada saluran tuba. Keputihan juga merupakan gejala awal dari kanker leher rahim yang merupakan pembunuh nomor satu bagi wanita dengan angka insiden kanker serviks, diperkirakan mencapai 100 per 100.000 penduduk pertahun, yang dapat berakhir dengan kematian (Katharini, 2009).
Apabila banyak wanita yang infertile, maka angka kelahiran bayi, yang merupakan calon penerus generasi bangsa, akan berkurang. Menurunnya angka kelahiran ini, menyebabkan berkurangnya calon penerus generasi bangsa yang akan memberikan dampak terhadap pembangunan bangsa itu sendiri. Pada akhirnya, akan memberikan dampak menurunkan mutu kehidupan (LP3M, 2010).
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah keputihan (Fluor Albus) adalah dengan membersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak mengganggu kestabilan pH di sekitar vagina, sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan menekan pertumbuhan bakteri yang tidak bersahabat. Menghindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan karena bedak memiliki partikel halus yang mudah terselip, akhirnya mengundang jamur dan bakteri.
Selain hal tersebut di atas, yaitu selalu mengeringkan bagian vagina sebelum berpakaian, menggunakan celana dalam yang kering, apabila basah atau lembab, segera mengganti dengan yang bersih dan belum dipakai, menggunakan celana dalam yang bahannya menyerap keringat, seperti katun. Pakaian luar juga perlu diperhatikan. Celana jeans tidak dianjurkan karena pori-porinya sangat rapat. Pilihlah rok atau celana dengan bahan bukan jeans, agar sirkulasi udara di sekitar organ intim bergerak leluasa, sering mengganti pembalut ketika menstruasi (Decha, 2009).
Mengingat keputihan (Fluor Albus) dapat mengakibatkan kemandulan, hamil di luar kandungan serta kanker leher rahim yang dapat berakhir dengan kematian, jika tidak segera ditangani. Menurut peneliti, hal tersebut di atas belum pernah dilakukan penelitian dan memungkinkan untuk dilakukan penelitian oleh peneliti. Penelitian ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi wanita, masyarakat, institusi pendidikan, peneliti. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui, Perbedaan Kejadian Fluor Albus Patologis Antara yang Menggunakan Dengan yang Tidak Menggunakan Sabun Antiseptik Daun Sirih Pada Wanita Usia Subur di Desa Pojok Wilayah Kerja Puskesmas Sukorame Kediri Tahun 2011.

1.2        Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas  maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
 ”Adakah Perbedaan Kejadian Fluor Albus Patologis Antara yang  Menggunakan Dengan yang Tidak Menggunakan Sabun Antiseptik Daun Sirih Pada WUS di Desa Pojok Wilayah Kerja Puskesmas Sukorame Kediri Tahun 2011?”

1.3        Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Untuk Mengetahui Perbedaan Kejadian Fluor Albus Patologis Antara yang  Menggunakan Dengan yang Tidak Menggunakan Sabun Antiseptik Daun Sirih Pada WUS di Desa Pojok Wilayah Kerja Puskesmas Sukorame Kediri Tahun 2011.

1.3.2        Tujuan Khusus
1.          Mengidentifikasi Kejadian Fluor Albus Patologis yang Menggunakan Sabun Antiseptik Daun Sirih Pada WUS di Desa Pojok Wilayah Kerja Puskesmas Sukorame Kediri Tahun 2011.
2.          Mengidentifikasi Kejadian Fluor Albus Patologis yang Tidak Menggunakan Sabun Antiseptik Daun Sirih Pada WUS di Desa Pojok Wilayah Kerja Puskesmas Sukorame Kediri Tahun 2011.  
3.          Menganalisa Perbedaan Kejadian Fluor Albus Patologis Antara yang  Menggunakan Dengan yang Tidak Menggunakan Sabun Antiseptik Daun Sirih Pada WUS di Desa Pojok Wilayah Kerja Puskesmas Sukorame Kediri Tahun 2011.

1.4        Manfaat Penelitian
1.4.1        Manfaat Teoritik
1.          Bagi Institusi
Menambah literatur atau referensi dalam pembelajaran Ilmu Gynekologi, serta Ilmu Kesehatan Reproduksi.
2.          Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai referensi atau dasar pemikiran untuk kepentingan penelitian selanjutnya.

1.4.2         Manfaat Praktik
1.          Bagi Responden
Sebagai tambahan wawasan bahwa sabun antiseptik daun sirih, dapat digunakan untuk membantu mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi, termasuk keputihan yang dapat menimbulkan penyakit pada organ reproduksi dan mempengaruhi kesuburan.
2.          Bagi Masyarakat
Sebagai tambahan ilmu, bahwa sabun antiseptik daun sirih dapat digunakan untuk membantu mengatasi masalah keputihan karena daun sirih memiliki manfaat antiseptik dan antibiotik yang dapat menjaga keseimbangan pH di vagina, sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan menghambat pertumbuhan jamur, bakteri, parasit yang tidak bersahabat.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar